Monday, February 21, 2011

Beranda » MUI Desak Pemerintah Tindak Tegas RS yang Tolak Khitan Perempuan

MUI Desak Pemerintah Tindak Tegas RS yang Tolak Khitan Perempuan


 

Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menindak tegas rumah sakit, rumah bersalin, atau bidan, yang menolak pasien untuk khitan anak perempuan. Lembaga para ulama ini mulai sering mendapat aduan masyarakat terkait hal ini.

Ketua MUI, Ma'ruf Amin, mengatakan semestinya rumah sakit dan instansi penyelenggara kegiatan medis lainnya tidak boleh menolak permintaan pasien yang ingin melakukan khitan terhadap anak perempuan. "Soal khitan kepada perempuan ini kita tiak mewajibkan tetapi melarang aksi pelarangan terhadap khitan perempuan," ujarnya di kantornya, Senin (21/1).
Ma"ruf mengatakan belakangan ini semakin banyak aksi pelarangan terhadap khitan perempuan dari para pelaku medis. Meski belum rinci namun MUI menurutnya sedang berupaya mengumpulkan data statistik terkait penolakan tindakan ini.

Dalam konteks ini MUI sepakat untuk menolak dengan tegas pelarangan khitan perempuan oleh pemerintah atau pihak manapun karena khitan perempuan menurutnya bagian dari ajaran agama sehingga merupakan hak asasi manusia (HAM) yang dilindungi oleh undang undang dasar (UUD).

Pemerintah menurutnya bisa bertindak tegas terhadap pelaku medis yang menolak khitan perempuan karena pemerintah memiliki dasar hukum berupa Peraturan Menteri Kesehatan no. 1636/MENKES/PER/2010 Tentang Sunat Perempuan adalah telah sesuai dengan amanat UUD 1945, Fatwa MUI, dan aspirasi umat Islam.

Sebelumnya MUI telah mengeluarkan fatwa nomor 9.A tahun 2008 tentang khitan Perempuan bahwa Khitan bagi laki-laki maupun perempuan termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam. Dan khitan terhadap perempuan adalah makrumah (ibadah yang dianjurkan).

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni"am, mengatakan pro kontra tentang khitan perempuan sejak 2002. Pro konta tidak berhenti meskipun pemerintah melalui Kemenkes mengeluarkan Permenkes tentang itu. "Sekarang keluar lagi atas nama HAM, gender, perusakan alat genital perempuan, dan sebagainya. Cara seperti ini menurut kami tidak pas," kata dia.

Termasuk adanya pertanyaan manfaat medis apa dari khitan perempuan jika dilakukan. Asrorun mengatakan, khitan dalam fikih Islam termasuk ibadah bersifat dogmatik sehingga yang diutamakan adalah taat kepada perintah baru kemudian mendapatkan manfaat medisnya. "Seperti terbukti juga pada manfaat khitan kepada laki-laki," ucapnya.(jpnn)