Tuesday, February 8, 2011

Beranda » Demokrasi & Partai Politik adalah Haram?

Demokrasi & Partai Politik adalah Haram?

     "Mudahkanlah, dan jangan mempersulit; berikanlah kabar gembira, dan jangan membuat orang menjadi lari."
~ H.R. Muslim

    "Barangsiapa yang mengharamkan sifat lemah-lembut, maka diharamkan pula baginya mendapat kebaikan."
~ H.R. Muslim

Ada sebagian kelompok Islam yang melaknat dengan berbagai dalil orang-orang yang terlibat dalam demokrasi, baik sebagai eksekutifnya maupun sebagai legislatifnya. Di antara dalil yang digunakan adalah bahwa demokrasi itu adalah suatu bentuk kekafiran yg menjadikan Undang-Undang Negara sebagai sumber hukum menggantikan Al-Quran.
Mereka berdalih dengan makna demokrasi yaitu "kekuasaan di tangan rakyat", padahal kekuasaan sejati hanya ada di sisi Allah. Dengan mengakui "kekuasaan di tangan rakyat", maka sudah masuk kategori syirik.

Di sisi lain, banyak ulama-ulama di negara dengan mayoritas Muslim mendiamkan dan membiarkan pertumbuhan partai-partai politik Islam dalam negara mereka. Sebagai contoh di Indonesia ada dua ormas Islam ahlussunnah terbesar yaitu Nahdhatul 'Ulama dan Muhammadiyah, tidak pernah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan demokrasi atau keterlibatan dalam demokrasi.

Sementara di salah satu negara demokrasi di Timur Tengah yaitu Mesir, dua partai politik yang paling dominan di sana yaitu Partai Keadilan & Kebebasan yang didirikan oleh Al-Ikhwan Al-Muslimun serta Partai An-Nur yang didirikan oleh kelompok Salafi Mesir. Dengan mendirikan partai politik berarti para Ulama di dalam masing2 kelompok ini telah sepakat bahwa keterlibatan umat Islam dalam pemerintahan demokrasi tidaklah haram. Dan bukan hanya kedua kelompok itu saja, tapi juga lembaga pendidikan yang paling dihormati di dunia Islam yaitu Universitas Al-Azhar beserta ulama-nya juga menbiarkan perkembangan partai politik Islam.

Di sisi lain Rasulullah pernah bersabda yg artinya,
    “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al a’zham (mayoritas kaum muslim).”
~ H.R. Ibnu Majah

Dan sabda beliau yang lain,

    "Dua orang lebih baik dari seorang dan tiga orang lebih baik dari dua orang, dan empat orang lebih baik dari tiga orang. Tetaplah kamu dalam jama'ah. Sesungguhnya Allah Azza wajalla tidak akan mempersatukan umatku kecuali dalam petunjuk (hidayah).
~ H.R. Abu Dawud

    "Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Karena itu jika terjadi perselisihan maka ikutilah suara terbanyak."
~ H.R. Anas bin Malik

Sebagaimana yang kita tahu, mayoritas ulama di masing-masing negara demokrasi di atas (Indonesia & Mesir) telah bersepakat utk tidak mempermasalahkan keterlibatan partai politik Islam dalam pemerintahan demokrasi.

* * *

Apa benar bahwa demokrasi bermakna "kekuasaan di tangan rakyat" dan menjadi bagian darinya adalah syirik? Mari kita telaah satu per satu.

Pertama, makna demokrasi yaitu "kekuasaan di tangan rakyat" adalah makna yang tidak relevan dengan kenyataan pada hari ini. Karena jika rakyat memang benar-benar berkuasa, maka mayoritas rakyat di dalam negara demokrasi ini sudah makmur sejahtera & tidak menderita.

Kenyataannya hari ini dalam suatu negara demokrasi yang berkuasa adalah sekelompok manusia yang menempati posisi-posisi kekuasaan yang strategis. Dengan kekuasaan itu mereka punya peluang untuk mengontrol & mengendalikan jalannya suatu negara berdasarkan keinginan mereka.

Masalah bahwa para penguasa itu "dipilih oleh rakyat" adalah masalah lain. Karena pilihan tersebut bisa saja dimanipulasi, dan orang-orang yang dzolim akan menghalalkan segala cara untuk bisa memperoleh kekuasaan itu.

Dari kenyataan tersebut di atas, kita tidak bisa memaknai demokrasi sebagai "kekuasaan di tangan rakyat" karena banyak negara mengaku demokratis namun hakikatnya negara tersebut hanya dikontrol oleh segelintir orang. Dengan kata lain, demokrasi saat ini adalah bentuk lain dari oligarki modern.

Kedua, Islam tidak menghukumi suatu dzat atau perbuatan berdasarkan nama atau istilahnya. Namun hukum Islam mengacu pada hakikat dzat atau perbuatan itu sendiri, apapun namanya.

    “Sungguh akan ada dari umatku yang meminum khamr, (tetapi) mereka menamakannya dengan nama yang lain.”
 ~ H.R. Ahmad

Sesungguhnya "demokrasi" itu hanyalah suatu nama atau istilah sedangkan pada hakikatnya ia tidak bisa dipahami sebagai "kekuasaan di tangan rakyat" karena pada kenyataannya, dalam negara demokrasi rakyat tidak benar-benar berkuasa.

Dengan demikian, tuduhan bahwa demokrasi adalah bentuk kesyirikan karena menjadikan "kekuasaan rakyat" sebagai thoghut tidak terbukti. Adapun jika perilaku para penguasa yang mencerminkan perilaku thoghut maka itu perkara lain yang akan kita bahas setelah ini.

* * *

Melihat fakta sejarah terutama di Indonesia, yaitu dulu ketika pada era pemerintahan Orde Baru yang otoriter.. Kaum muslimin di Indonesia mendapat tekanan yang dahsyat, sehingga kaum muslimin tidak bisa secara terbuka mengaplikasikan sendi-sendi kehidupan yang Islami.

Sebagai contoh dulu hijab (penutup aurat) bagi perempuan dilarang atau diminimalisir keberadaannya terutama di lembaga-lembaga formal seperti sekolah, kampus, dan lembaga-lembaga pemerintahan.

Siswi yang menutup aurat dengan hijab dilarang masuk kelas atau mengikuti pelajaran di sekolah-sekolah dengan alasan "tidak sesuai seragam sekolah". Atau kalaupun diperbolehkan mengenakan hijab, maka pada saat foto/pemontretan untuk keperluan ijasah misalnya, akan disuruh utk melepas hijab. Kalaupun tidak dipaksa, maka akan ditekan & diancam sedemikian rupa agar ia mau melepas hijab.

Contoh lain yaitu gerakan-gerakan Islam tidak bisa leluasa menyampaikan dakwah.. Selalui diintai, diawasi, & dimata-matai oleh pemerintah dengan alasan karena masyarakat yang ingin menegakkan Islam secara kaffah dianggap berpeluang dapat mengancam keamanan pemerintahan & dapat "mengganggu stabilitas nasional".

Gerakan-gerakan Islam juga tidak bisa melakukan protes, menyampaikan aspirasi dengan leluasa, atau melakukan intervensi terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai dapat merugikan Islam.

Berbagai undang-undang yang bertentangan dengan syariat Islam dibuat & hukum Islam tidak ditegakkan setegak-tegaknya. Sebagai contoh ialah undang-undang yang mengizinkan peredaran khamr di kalangan umat Islam serta mengizinkan pezina berbuat zina bila sudah "dianggap dewasa", atas kehendak "suka sama suka", dan belum mempunyai pasangan sah.

Dulu di Indonesia para era 1950-an pernah berdiri partai Islam pada masa itu yg bernama Partai Masyumi. Partai yg membawa kepentingan mayoritas umat Islam di Indonesia merupakan federasi 4 ormas Islam sekaligus: NU, Muhammmadiyah, PUI, dan PSII yang tidak diragukan kualitas ulama-ulamanya.

Tapi kemudian pada tahun 1960, Partai Masyumi yang merupakan satu-satunya partai Islam & salah satu partai politik mayoritas pada masa lalu, dibubarkan oleh Soekarno "karena tokoh-tokohnya dicurigai terlibat dalam gerakan pemberontakan".

Hal yang sama terjadi juga di Mesir, di mana para pemimpin-pemimpin gerakan Islam banyak yang diculik, dipenjara, disiksa, bahkan dibunuh karena mengkritisi pemerintah & tidak mau bekerjasama dengan pemerintah Mesir pada waktu itu.

Dari situ kemudian banyak ulama2 pada zaman itu yang berijtihad bahwa berkiprah dalam politik demokrasi adalah perkara tercela. Karena para politikus pelaku demokrasi itu tidak lain hanya membawa mudhorot bagi umat Islam. Dan menjauhkan diri dari politik & pelakunya adalah lebih maslahat.

* * *
Namun kemudian setelah jatuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, secara mendadak terbuka peluang bagi ummat Islam di Indonesia utk kembali bisa berdakwah & memperjuangkan nilai-nilai Islam secara formal, terbuka, & tanpa harus mengalami kedzoliman seperti pada era sebelumnya.

    "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung."
 ~ Q.S. Ali Imran: 104

Di sisi lain bila ummat Islam tidak segera bertindak, maka peluang ini akan direbut oleh orang2 dzolim yg lain & jika itu terjadi maka kaum muslimin bisa dianggap "membiarkan kedzoliman" atau membiarkan orang dzolim berkuasa.

    dari Anas r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
    "Tolonglah saudaramu yang dzolim maupun yang didzlimi. Anas bertanya: Kami menolong orang-orang yang didzolimi, bagaimana caranya menolong orang yang dzolim? Rasulullah saw. bersabda: Cegahlah kedua tangannya.”
~ H.R. Bukhari

    dari Qais bin Abi Hazim dari Abu Bakar As Shiddiq r.a. dari Nabi saw. antara lain beliau bersabda:

    "Sesungguhnya manusia jika mereka melihat kemungkaran apapun lalu mereka tidak mengubahnya, hampir-hampir Allah akan menyiksa mereka secara umum.”
~ Shahih Ibnu Hibban

Sedangkan bila kedzoliman telah berlaku, adzab Allah yg turun tidak hanya akan menimpa orang2 dzolim saja, tapi juga orang2 yg yg membiarkan kedzoliman itu terjadi.

    "Dan peliharalah dirimu dari pada adzab yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dzolim saja di antara kamu. dan Ketahuilah bahwa Allah amat keras adzab-Nya.”
 ~ Q.S. Al-Anfal: 25

Dalil di atas menjadi hujjah utk mencegah kedzoliman & kemungkaran, apalagi jika korban kedzoliman & kemungkaran itu adalah puluhan juta ummat muslim rakyat Indonesia.

Pencegahan kedzoliman itu bisa ditegakkan lewat berbagai jalan & salah satunya adalah lewat jalur politik sebagaimana yg telah ditempuh ulama-ulama Masyumi pada era sebelumnya.

Penguasa dzolim yang mencerminkan ciri-ciri thoghut itu adalah pihak yang harus didakwahi, diarahkan kepada kebenaran, & dicegah agar tidak berbuat munkar.

Kedzoliman yang dilakukan penguasa dzolim ini terjadi karena jauhnya para penguasa tersebut dari sentuhan-sentuhan agama. Sedangkan iklim demokrasi reformasi pada saat ini kenyataannya telah memberikan kebebasan berpendapat kepada semua pihak tanpa harus takut mendapat ancaman & kecaman sebagaimana yang berlaku para era penguasa diktator sebelumnya.

Semua pihak diberi kebebasan utk mengawasi & mengkritisi kebijakan2 penguasa, bahkan dibuka peluang sebesar-besarnya utk turut menjadi bagian dari penguasa. Maka sebagian dai & ulama tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini utk kembali memperjuangan nilai-nilai Islam agar bisa membawa kemaslahatan bagi ummat Islam Indonesia.

Pilihan perjuangan melalui demokrasi ini sekaligus untuk menghidari kekerasan & pertumpahan darah yg tidak perlu terjadi di antara sesama muslim,

    "Memaki seorang muslim adalah fasik, dan memeranginya adalah kufur."
~ H.R. Bukhari & Muslim

    "Jangan kamu kembali kafir sesudah aku meninggal, yaitu sebagian kamu memukul leher sebagiannya."
 ~ H.R. Bukhari & Muslim

    "Janganlah salah seorang di antara kamu berisyarat kepada saudaranya dengan pedang, sebab dia tidak tahu barangkali syaitan akan melepaskan dari tangannya, maka dia akan jatuh ke jurang neraka."
~ H.R. Bukhari

    "Apabila ada dua orang Islam, salah satunya membawa senjata untuk membunuh saudaranya, maka kedua-duanya berada di tepi jahanam; dan apabila salah satunya membunuh kawannya, maka kedua-duanya masuk jahanam. Kemudian Rasulullah s.a.w. ditanya: Ya Rasulullahl Ini yang membunuh memang mungkin, tetapi mengapa yang terbunuh sampai begitu? Jawab Nabi: Karena dia bermaksud akan membunuh saudaranya juga."
 ~ H.R. Bukhari

    “Dan barang siapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahanam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan melaknatinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”
~ QS. An Nisa: 93

Tidak diragukan bahwa dalam pemerintahan demokrasi yang berasal dari orang-orang kafir ini terdapat banyak sekali ketidakadilan di dalamnya. Namun jika ummat Islam tidak melakukan apapun, akan terjadi kedzoliman yang lebih besar bila negara ini dikuasai orang2 yg tidak beriman.

    "Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
~ Q.S. Al-Baqorah: 173

Di Mesir pula terjadi hal yang sama. Ketika pemerintah diktator berhasil digulingkan, rakyat Mesir butuh pemimpin baru. Pada masa ini pula orang2 yang benci kepada Islam mencoba mengambil kesempatan utk berkuasa di Mesir. Namun karena keberhasilan dakwah para dai di Mesir telah berjalan puluhan tahun sejak Al-Ikhwan Al-Muslimun pertama kali berdiri, Islam telah menjadi nafas & bagian yg tak terpisahkan dalam keseharian warga Mesir.

Tak bisa dielakkan lagi, kemenangan pemilu parlemen yg didominasi Partai Keadilan & Kebebasan (Al-Ikhwan) serta Partai An-Nur (Salafi) menunjukkan bahwa lewat demokrasi ummat Islam bisa kembali memperjuangkan nilai-nilai keislaman mengalahkan yg dzolim.

Belum lagi terhadap pemilu presiden. Yang mana presiden terpilih Mesir saat ini merupakan mantan tahanan politik para era Mubarak.. Yang mana pada era itu Al-Ikhwan merupakan organisasi terlarang, namun pada saat ini justru orang2 yg didzolimi itu yang mendapat amanah kepemimpinan dari Allah.

* * *
Bagaimana pun perbedaan seputar menyikapi demokrasi & partai politik tidak bisa dihindari. Masing2 punya hujjah & masing2 pihak didukung fatwa & ijtihad Ulama. Namun perbedaan tidak harus diartikan sebagai permusuhan & kebencian.

Sebagaimana dulu para sahabat pernah saling berbeda pendapat & begitu pula orang-orang sesudah mereka. Namun sikap mereka adalah tetap saling mendoakan satu sama lain, tanpa permusuhan, tanpa rasa benci, dan berharap kelak akan berjumpa kembali di Surga.

    dari Abdullah bin Amru Al-Ash dari Nabi SAW, "Barangsiapa yang ingin agar dirinya dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke syurga, maka hendaklah saat dia menemui ajalnya dalam keadaan beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, dan dia memberikan kepada manusia sesuatu yang dia suka hal itu diberikan kepadanya.”
~ H.R. Imam Muslim

    dari an-Nu’man bin Basyir, Rasulullah bersabda, "Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal kasih sayang, kecintaan dan kelemah-lembutan diantara mereka adalah bagaikan satu tubuh, apabila ada satu anggotanya yang sakit maka seluruh tubuh juga merasakan demam dan tidak bisa tidur.”
    ~ H.R. Imam Bukhari & Imam Muslim

    Dari Anas RA dari Nabi SAW bersabda, “Tidak sempurna keimanan seseorang dari kalian, sebelum ia mencintai saudaranya (sesama muslim) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
H.R. Imam Bukhari

Wallahu a'lam.

Fauzone